Usulan
Penelitian
Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap
Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata, Pendapatan Asli Daerah dan Anggaran
Pembangunan Kota Tangerang
Diusulkan oleh
:
THOMAS EDY RAHARDJO
511100077
JURUSAN HOSPITALITY
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMPTA
YOGYAKARTA
A.
Latar
Belakang
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial
untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha
memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan
sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi pembangunan ekonomi. Secara luas pariwisata dipandang sebagai kegiatan
yang mempunyai multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan.
Pembangunan sector pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi, dan politik (Spillane, 1994 : 14).
Hal tersebut sejalan dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa
Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas,
memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan
daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan daya tarik wisata di Indonesia serta
memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa
Perkembangan pariwisata juga mendorong dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan,
baik konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan
produksi barang dan jasa. Selama berwisata, wisatawan akan melakukan
belanjaannya, sehingga secara langsung menimbulkan permintaan ( Tourism Final Demand ) pasar barang dan
jasa Selanjutnya Final Demand wisatawan secara tidak langsung menimbulkan
permintaan akan barang modal dan bahan baku ( Investment Derived Demand ) untuk berproduksi memenuhi permintaan
wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Dalam usaha memenuhi permintaan wisatawan diperlukan
investasi di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain,
industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan
restoran dan lain-lain ( Spillane, 1994 : 20 )
Sejalan dengan hal tersebut dampak pariwisata
terhadap kondisi social ekonomi masyarakat lokal dikelompokan oleh Cohen ( 1984
) dalam Pitana dan Diarta ( 2009:185 ) menjadi delapan kelompok besar, yaitu
(1) dampak terhadap penerimaan devisa, (2) dampak terhadap pendapatan
masyarakat, (3) dampak terhadap kesempatan kerja, (4) dampak terhadap
harga-harga, (5) dampak terhadap distribusi masyarakat atau keuntungan, (6)
dampak terhadap kepemilikan dan control, (7) dampak terhadap pembangunan pada
umumnya dan (8) dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Majunya industri pariwisata suatu daerah sangat
bergantung kepada jumlah wisatawan yang datang, karena itu harus ditunjang
dengan peningkatan pemanfaatan Daerah Tujuan Wisata (DTW) sehingga industri
pariwisata akan berkembang dengan baik. Negara Indonesia yang memiliki
pemandangan alam yang indah sangat mendukung bagi berkembangnya sektor industri
pariwisata di Indonesia. Sebagai negara kepulauan, potensi Indonesia untuk
mengembangkan industri pariwisata sangatlah besar.
Dalam rangka pembangunan daerah, sektor pariwisata memegang
peranan yang menentukan dan dapat sebagai katalisator untuk meningkatkan
pembangunan sektor - sektor lain secara bertahap. Keberhasilan pengembangan
sektor kepariwisataan, berarti akan meningkatkan perannya dalam penerimaan
daerah, dimana kepariwisataan merupakan komponen utama (Salah, 2003 : 16)
Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang
diimplementasikan di dalam Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004
mempunyai konsekuensi pelimpahan keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah, yang mana pemerintah daerah memperoleh perimbangan keuangan untuk
menjalankan fungsi-fungsinya. Selanjutnya suatu daerah otonom selain memperoleh
bantuan dari pemerintah pusat, juga memperoleh kewenangan untuk menentukan
kebijakan pemerintah dan pembangunan secara mandiri. Dalam menganalisis kinerja
pemerintah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melihat anggaran
pembangunan daerahnya dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Anggaran pembangunan daerah merupakan
anggaran yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pembangunan di suatu daerah.
Kepariwisataan di Kota Tangerang berkembang cukup
baik, bahkan beberapa kawasan dan Destinasi pariwisatanya telah terkenal hingga
ke mancanegara. Adapun destinasi wisata yang sudah terkenal dan yang ramai
dikunjungi adalah Masjid Kali Pasir, Kelenteng Petak Sembilan, Bendungan Pintu
Air Sepuluh Sungai Cisadane, Museum Benteng, Situ Babakan, Pasar Textil Cipadu,
dan Situ Cipondoh. Wisatawan yang mengunjungi destinasi wisata di Kota Tangerang dikenakan
retribusi sebagai upaya untuk menggali potensi daerah dalam rangka peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kota Tangerang merupakan daerah yang giat
mengembangkan potensi wilayahnya untuk tujuan wisata dan menarik minat
wisatawan untuk berkunjung. Daya tarik wisata (DTW) yang dimiliki Kota
Tangerang cukup banyak dan bervariasi yang terdiri atas destinasi wisata alam,
museum, peninggalan purbakala, pusat kesenian, pusat kerajinan.
Sektor industri pariwisata sebagai salah satu sektor
yang diandalkan bagi penerimaan daerah maka Pemerintah Kota Tangerang dituntut
untuk dapat menggali dan mengelola potensi pariwisata yang dimiliki sebagai
usaha untuk mendapatkan sumber dana melalui terobosan - terobosan baru dalam
upaya membiayai pengeluaran daerah. Terobosan dimaksud salah satunya adalah
dengan peningkatan kualitas dan Destinasi-Destinasi kepariwisataan yang baru di
Kota Tangerang. Hal ini akan mendorong meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara maupun wisatawan nusantara, sehingga akan meningkatkan penerimaan
daerah terutama retribusi destinasi wisata dan juga akan mempengaruhi kegiatan
perekonomian masyarakat sekitarnya, sehingga nantinya dapat membiayai
penyelenggaraan pembangunan daerah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian yang dijelaskan tersebut maka
menjadi focus penelitian adalah : “ Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap
Penerimaan Retribusi Destinasi
Wisata,
Pendapatan Asli Daerah dan Anggaran Pembangunan Kota Tangerang ”. Adapun
rumusan masalah penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Apakah
jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh terhadap penerimaan retribusi destinasi wisata Kota Tangerang ?
2. Apakah
jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD)
Kota Tangerang ?
3. Apakah
jumlah kunjungan wisatawan berpengaruh terhadap anggaran pembangunan Kota
Tangerang?
4. Apakah
penerimaan retribusi destinasi
wisata berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang ?
5. Apakah
penerimaan retribusi destinasi
wisata berpengaruh terhadap anggaran pembangunan Kota Tangerang?
6. Apakah
pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang berpengaruh terhadap anggaran
pembangunan Kota Tangerang?
C.
Batasan
Masalah
Kota Tangerang merupakan daerah yang giat
mengembangkan potensi wilayahnya untuk tujuan wisata dan menarik minat
wisatawan untuk berkunjung. Daya tarik wisata (DTW) yang dimiliki Kota
Tangerang cukup banyak dan bervariasi yang terdiri atas destinasi wisata alam,
museum, peninggalan purbakala, pusat kesenian, pusat kerajinan.
Sektor industri pariwisata sebagai salah satu sektor
yang diandalkan bagi penerimaan daerah maka Pemerintah Kota Tangerang dituntut
untuk dapat menggali dan mengelola potensi pariwisata yang dimiliki sebagai
usaha untuk mendapatkan sumber dana melalui terobosan - terobosan baru dalam
upaya membiayai pengeluaran daerah. Terobosan dimaksud salah satunya adalah
dengan peningkatan kualitas dan Destinasi-Destinasi kepariwisataan yang baru di
Kota Tangerang. Hal ini akan mendorong meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara maupun wisatawan nusantara, sehingga akan meningkatkan penerimaan
daerah terutama retribusi destinasi wisata dan juga akan mempengaruhi kegiatan
perekonomian masyarakat sekitarnya, sehingga nantinya dapat membiayai
penyelenggaraan pembangunan daerah.
Adapun Batasan masalah dalam penelitian ini yaitu
meliputi seberapa besar pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap penerimaan
retribusi destinasi wisata, pendapatan asli daerah dan anggaran pembangunan
Kota Tangerang.
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui
pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap penerimaan retribusi destinasi wisata Kota Tangerang.
2. Mengetahui
pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota
Tangerang.
3. Mengetahui
pengaruh jumlah kunjungan wisatawan terhadap anggaran pembangunan daerah Kota
Tangerang.
4. Mengetahui
pengaruh penerimaan retribusi destinasi
wisata terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang.
5. Mengetahui
pengaruh penerimaan retribusi destinasi
wisata terhadap anggaran pembangunan Kota Tangerang.
6. Mengetahui
pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang terhadap anggaran
pembangunan Kota Tangerang.
E.
Kegunaan
Penelitian.
1. Bagi
Objek Penelitian
Secara
praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah Kota Tangerang khususnya dalam rangka
menggali potensi dan sumber-sumber peningkatan Pendapatan Daerah dalam rangka
pembangunan daerah Kota Tangerang.
2. Bagi
STP AMPTA
Secara
akademis, penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan dalam memberikan acuan,
informasi dan rangsangan kepada pihak lain untuk melakukan penelitian lebih
lanjut terutama di kalangan mahasiswa – mahasiswi STP AMPTA.
3. Bagi
Peneliti
Penelitian
ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai pengaruh
jumlah kunjungan wisatawan terhadap penerimaan retribusi Destinasi wisata,
pendapatan asli daerah dan anggaran pembangunan Kota Tangerang.
F.
Kajian
Pustaka
1. Wisata
Dalam
undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan
perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela
serta bersifat sementara untuk menikmati Destinasi dan daya tarik wisata. Jadi
pengertian wisata mengandung unsur sementara dan perjalanan itu seluruhnya atau
sebagian bertujuan untuk menikmati daya
tarik wisata. Unsur yang terpenting dalam kegiatan wisata adalah tidak
bertujuan mencari nafkah, tetapi apabila di sela-sela kegiatan mencari nafkah
itu juga secara khusus dilakukan kegiatan wisata, bagian dari kegiatan tersebut
dapat dianggap sebagai kegiatan wisata. Yoeti (1996 : 100) menyebutkan Wisata
adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan
secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati daya tarik wisata. Wisata adalah
bepergian bersama-sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dsb.
2. Pariwisata
Undang-undang
Nomor 10 tahun 2009, menyebutkan pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata, dengan demikian pariwisata
meliputi:
a.
semua kegiatan yang berhubungan dengan
perjalanan wisata,
b.
Pengusahaan daya tarik wisata seperti: kawasan
wisata, taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah, museum, waduk, pagelaran
seni budaya, tata kehidupan masyarakat atau yang bersifat alamiah: keindahan
alam, gunung berapi, danau, pantai,
c.
Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata
yaitu: usaha jasa pariwisata (biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata,
pramuwisata, konvensi, perjalanan insentif dan pameran, impresariat, konsultan
pariwisata, informasi pariwisata), usaha sarana pariwisata yang terdiri dari
akomodasi, rumah makan, bar, angkutan wisata.
Beberapa ahli juga mengemukakan
pengertian pariwisata, antara lain Hunziker dan Kraff (Pendit, 1995:38)
menyatakan pariwisata adalah sejumlah hubungan-hubungan dan gejala-gejala yang
dihasilkan dari tinggalnya orang - orang asing, asalkan tinggalnya mereka ini
tidak menyebabkan timbulnya tempat tinggal serta usaha-usaha yang bersifat
sementara atau permanen sebagai usaha mencari kerja penuh. Sejalan dengan ahli
tersebut, (Spillane, 1987:21) mengemukakan bahwa pariwisata adalah perjalanan
dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara dilakukan secara
perorangan maupun kelompok, sebagai usaha untuk mencari keseimbangan atau
keserasian dan kebehagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya
juga alam dan ilmu.
Pengertian pariwisata akan terus tidak
tepat (inprecise), karena begitu banyak bisnis, pemerintah dan
peneliti-peneliti terlibat di dalamnya, dan juga karena perubahan cepat yang
terjadi dalam pariwisata (Lunberg, Stavenga dan Krishnamoorthy, 1997).
3. Kepariwisataan
Kepariwisataan
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pariwisata (undang-undang nomor 10 Tahun 2009), artinya semua
kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan,
pengawasan pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak wisata maupun masyarakat.
Yoeti
(1996 : 104) menyatakan kepariwisataan adalah suatu sistem yang
mengikutsertakan berbagai pihak dalam keterpaduan kaitan fungsional yang
serasi, yang mendorong berlangsungnya dinamika fenomena mobilitas manusia
tua-muda, pria wanita, ekonomi kuat-lemah, sebagai pendukung suatu tempat untuk
melakukan perjalanan sementara waktu secara sendiri atau berkelompok, menuju
tempat lain di dalam negeri atau diluar negeri dengan menggunakan transportasi
darat, laut dan udara.
Hunziker
dan Kraff (Pendit, 1995:40) menyatakan kepariwisataan adalah setiap peralihan
tempat yang bersifat sementara dari seseorang atau beberapa orang dengan maksud
memperoleh pelayanan yang diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh
lembaga-lembaga yang digunakan untuk maksud tersebut.
Menurut
Undang Undang No. 10 tahun 2009, menyebutkan bahwa pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek wisata dan
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut (pasal 1
ayat (3) UU No. 10 Tahun 2009).
Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata (pasal 1 ayat (4) UU No. 10/2009).
4. Wisatawan.
Wisatawan
adalah orang-orang yang melakukan kegiatan wisata (Undang- Undang Nomor 10
tahun 2009). Jadi menurut pengertian ini, semua orang yang melakukan perjalanan
wisata dinamakan wisatawan. Apapun tujuannya yang penting, perjalanan itu bukan
untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi. Pacific
Area Travel Association memberi batasan bahwa wisatawan sebagai orang-orang
yang sedang mengadakan perjalanan dalam jangka waktu 24 jam dan maksimal 3
bulan di dalam suatu negeri yang bukan negeri di mana biasanya ia tinggal,
mereka ini meliputi:
a. orang-orang
yang sedang megadakan perjalanan untuk bersenang-senang, untuk keperluan
pribadi, untuk keperluan kesehatan,
b. orang-orang
yang sedang mengadakan perjalanan untuk pertemuan, konferensi, musyawarah atau
sebagai utusan berbagai badan/organisasi,
c. orang-orang
yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis,
d. pejabat
pemerintahan dan militer beserta keluarganya yang di tempatkan di negara lain
tidak termasuk kategori ini, tetapi bila mereka mengadakan perjalanan ke negeri
lain, maka dapat digolongkan wisatawan (Pendit, 1994:38).
Spillane (1987:27) membagi katagori
wisatawan menjadi wisatawan dan pelancong. Wisatawan ialah pengunjung sementara
yang tinggal sekurang- kurangnya 24 jam sedangkan pelancong ialah yang tinggal
kurang dari 24 jam.
5. Pengertian
Retribusi
Pendapatan
Asli Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang dapat digunakan
untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan, disamping dana perimbangan, pinjaman
daerah dan penerimaan lain-lain yang sah. Peranan pemerintah dalam sistem
perekonomian negara adalah melakukan pemungutan pajak/retribusi. Masalah pajak atau retribusi sulit dihindari, namun
setiap orang wajib membayar pajak. Dengan demikian masalah pajak atau retribusi adalah masalah setiap
orang dalam suatu masyarakat dan negara. Setiap orang yang hidup dalam suatu
negara harus atau pasti berurusan dengan pajak atau retribusi. Oleh sebab itu, setiap
orang sebagai anggota masyarakat wajib mengetahui segala permasalahan yang
berhubungan dengan pajak
atau retribusi.
Para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi
berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti atau tujuan yang sama.
Menurut
UU No. 34 tahun 2000 tentang perubahan UU No. 18 tahun 1997 bahwa Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting
guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.
Pajak Daerah atau yang disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan
pembangunan Daerah.
Menurut
Munawir (1997), Retribusi merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat
dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini
bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari
pemerintah tidak akan dikenakan iuran itu. Kemudian diuraikan pula definisi dan
pengertian yang berkaitan dengan retribusi yaitu dikutip dari Sproule-Jones and
White (1997), mengatakan bahwa retribusi adalah semua bayaran yang dilakukan
bagi perorangan dalam menggunakan layanan yang mendatangkan keuntungan langsung
dari layanan itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa distribusi lebih tepat dianggap
pajak konsumsi dari pada biaya layanan; bahwa retribusi hanya menutupi biaya
operasional saja.
Menurut Queen
(1998 : 2) menerangkan bahwa: “Suatu tanggapan menekankan memperjelas kenyataan
bahwa masyarakat memandang retribusi sebagai bagian dari program bukan sebagai
pendapatan daerah dan bersedia membayar hanya bila tingkat layanan dirawat dan
ditingkatkan.
Berdasarkan
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bagian yang mudah dalam menyusun retribusi
yaitu menghitung dan menetapkan tarif. Bagian tersulitnya adalah meyakinkan
masyarakat (publik) tanpa diluar kesadaran mereka tarif tetap harus
diberlakukan.
Berdasarkan
uraian tersebut maka dapat dilihat sifat-sifat retribusi menurut Haritz (1995 :
84) adalah sebagai berikut:
a. Pelaksanaan
bersifat ekonomis;
b. Ada
imbalan langsung kepada membayar;
c. Iurannya
memenuhi persyaratan formal dan material tetapi tetap ada alternatif untuk
membayar;
d. Retribusi
merupakan pungutan yang umumnya budgetairnya tidak menonjol;
e. Dalam
hal-hal tertentu retribusi daerah digunakan untuk suatu tujuan tertentu, tetapi
dalam banyak hal tidak lebih dari pengembalian biaya yang telah dibukukan oleh
pemerintah daerah untuk memenuhi permintaan masyarakat.
Beberapa
atau sebagian besar pemerintah daerah belum mengoptimalkan penerimaan retribusi
karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaannya untuk mengetahui berapa
besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi.
Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula
Pendapatan Asli Daerah. Seperti yang ungkapkan oleh Devas, dkk (1989 : 46)
bahwa pemerintah daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat. Dalam garis besarnya penerimaan daerah ( termasuk
pajak yang diserahkan ) hanya menutup seperlima dari pengeluaran pemerintah
daerah.
Pemerintah
daerah tidak harus berdiri sendiri dari segi keuangan agar dapat memiliki
tingkat otonom yang berarti, yang penting adalah “wewenang di tepi” artinya
memiliki penerimaan daerah sendiri yang cukup sehingga dapat mengadakan
perubahan di sana-sini.
Perbedaan
mendasar antara pajak dan retribusi adalah terletak pada timbal balik langsung.
Pada pajak tidak ada timbal balik langsung kepada para pembayar pajak,
sedangkan untuk retribusi ada timbal balik langsung dari penerima retribusi
kepada penerima retribusi.
Menurut
Devas, dkk. (1989 : 61-62), untuk mendukung keuangan daerah, berbagai pajak dan
retribusi harus dinilai agar dapat dipungut secara berkesinambungan tanpa
memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan. Prinsip prinsip atau
indikator yang digunakan dalam penilaian pajak dan retribusi daerah adalah :
a.
Hasil (yield) : yaitu memadai tidaknya
hasil suatu pajak atau retribusi dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang
dibiayainya.
b.
Keadilan (equity) : dasar pajak atau
retribusi dan kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang.
c.
Efisiensi ekonomi : Pajak atau retribusi
hendaknya mendorong (atau setidaknya tidak
menghambat) penggunaan
sumber daya secara efisien dan efektif dalam kehidupan ekonomi.
d.
Kemampuan untuk melaksanakan (ability to implement) : suatu pajak atau
retribusi haruslah dapat dilaksanakan, baik dari aspek politik maupun
administratif.
e.
Kecocokan sebagai sumber penerimaan
daerah (suitability as local revenue
source) : artinya harus jelas kepada daerah mana suatu pajak atau retribusi harus dibayarkan dan
tempat memungut sedapat mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak atau retribusi.
Defenisi
retribusi daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang
retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Kebijaksanaan
memungut bayaran untuk barang dan layanan yang disediakan pemerintah pada
masyarakat berpangkal pada efisiensi ekonomis.
Teori
ekonomi mengatakan, harga barang atau layanan jasa yang diberikan pada
masyarakat hendaknya didasarkan pada biaya tambahan (marginal cost), yakni
biaya untuk melayani konsumen yang terakhir (Devas, dkk. 1989:95). Menurut
Santoso (1995:21-22) terdapat berbagai pendapat pro dan kontra mengenai perlu
tidaknya penyediaan suatu barang dan jasa dikenakan retribusi. Mereka yang
setuju pengenaan retribusi berpijak pada beberapa pendapat sebagai berikut:
a.
Jika penyediaan suatu barang atau jasa memberikan manfaat pribadi
(privat), maka retribusi merupakan solusi untuk menutup biaya yang dikeluarkan.
Namun jika manfaat yang diberikan mengandung unsur barang publik, maka pajak
merupakan alternatif pembiayaan yang terbaik. Namun sangat mungkin suatu
penyediaan barang atau jasa
mengandung kedua unsur manfaat tersebut untuk itu apabila unsur manfaat pribadinya
lebih besar daripada public goodsnya, maka proporsi pembiayaan dari pajak lebih
tinggi dibandingkan dengan retribusi. Sebaliknya jika unsur private goodsnya
lebih besar maka unsur pembiayaan dari retribusi lebih dominan dibandingkan
dengan pajak.
b.
Retribusi merupakan media untuk allocative economic efficiency.
Retribusi merupakan sinyal harga dari barang atau jasa yang disediakan pemerintah.
Tanpa harga, permintaan dan penawaran tidak akan mencapai harga keseimbangan
dan akibatnya alokasi sumber daya tidak akan mencapai efisiensi ekonomi.
c.
Prinsip kemanfaatan : mereka yang tidak
mendapatkan manfaat dari penyediaan barang atau jasa tidak harus membayar. Sebaliknya mereka yang tidak
membayar dapat dikecualikan dari mengkonsumsi. Terhadap yang tidak setuju dengan pemungutan retribusi
berpijak pada argumen sebagi berikut:
1) Retribusi
memerlukan sistem administrasi yang dapat mengecualikan pihak yang tidak
membayar untuk tidak ikut menikmati, yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya
penyediaan barang/jasa tersebut. Namun demikian, pendapat ini dapat disanggah
bahwa pengecualian tetap dapat dilaksanakan untuk beberapa
macam penyediaan barang atau jasa,
dimana assessment dan enforment lebih mudah dilaksanakan
daripada pemajakan.
2) Mereka
yang miskin tidak mampu membayar retribusi untuk barang/dan jasa kebutuhan
dasar, sehingga harus dikecualikan dari pasar. Namun demikian, argumen ini
dihadapkan pada pendapat yang menyangsikan kemampuan pemerintah (sebagai
penyedia jasa) dalam membedakan secara tegas barang atau jasa kebutuhan dasar atau bukan
kebutuhan dasar.
3) Retribusi
bukanlah satu-satunya alternatif penyelesaian persoalan alokasi sumber daya.
Cara alokasi lainya adalah ration cards, vouchers atau queuing. Namun demikian,
cara alternatif ini belum dapat menggantikan sepenuhnya keandalan sistem harga
yaitu misalnya pemborosan. Selain itu cara-cara ini lebih mudah untuk
disalahgunakan.
Koho (2001:154) mengatakan bahwa
retribusi yang diserahkan kepada daerah cukup memadai, baik dalam jenis maupun
jumlahnya. Namun hasil rill yang dapat disumbangkan sektor ini bagi keuangan
daerah masih sangat terbatas karena tidak semua jenis retribusi yang dipungut
Kabupaten atau Kota memiliki prospek yang cerah. Lebih lanjut Koho memberikan
ciri-ciri pokok retribusi daerah sebagai berikut :
a. Retribusi
dipungut daerah
b. Dalam
pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang langsung dapat
ditunjuk
c. Retribusi
dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan atau mengenyam jasa yang
disediakan daerah.
6. Pendapatan
Asli Daerah (PAD)
Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari
sumber-sumber dalam daerah sendiri, yang dipungut berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut menuntut daerah untuk
meningkatkan kemampuan dalam menggali dan mengelola sumber-sumber penerimaan
daerah khususnya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah.
Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah agar
mampu untuk membiayai kebutuhannya sendiri, sehingga ketergantungan Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat semakin berkurang dan pada akhirnya daerah dapat
mandiri. Koswara (2000:50) menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu
daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Daerah
otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan sendiri, mengelola, dan menggunakannya untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerahnya
Ketergantungan
kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah
dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan
perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam system
pemerintahan Negara. Menurut Mahi (2000:58 - 59), Pendapatan Asli Daerah masih
belum bisa diandalkan sebagai sumber pembiayaan dalam mengantisipasi
desentralisasi dan proses otonomi, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal
yaitu :
a. Relatif
rendahnya basis pajak/retribusi daerah.
b. Peranannya
yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah.
c. Kemampuan
administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah.
d. Kemampuan
perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.
Ketidakmampuan
Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan disebabkan karena selama ini pemerintah belum mampu untuk
menggali dan mengembangkan sumber - sumber penerimaan yang terdapat di
daerahnya. Hal tersebut terlihat banyaknya potensi penerimaan daerah yang belum
digali dan dipungut sebagaimana mestinya.
Selama
ini daerah dalam pemungutan sumber penerimaan daerah menggunakan sistem
“target” yang hendak dicapai dalam pemungutan. Target yang ditetapkan oleh
daerah cenderung tidak berdasarkan pada potensi riil yang terdapat di daerah,
melainkan berdasarkan pada target tahun lalu ditambah dengan tunggakan tahun
tersebut. Pemerintah daerah secara umum masih menghadapi permasalahan dalam
pengelolaan penerimaan daerah terutama yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah. Permasalahan tersebut disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusia
dalam mengelola penerimaan di daerah. Menurut Mardiasmo (2002:146) masalah-
masalah tersebut sebagai berikut :
a.
Tingginya tingkat kebutuhan daerah yang
tidak sesuai dengan kapasitas fiskal yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan
fiskal gap.
b.
Kualitas layanan publik yang masih
memprihatinkan menyebabkan produk layanan publik yang sebenarnya dapat dijual
kepada masyarakat direspon secara negatif, sehingga menyebabkan keengganan
masyarakat untuk taat membayar pajak dan retribusi daerah.
c.
Lemahnya infrastruktur prasarana dan
sarana umum.
d.
Berkurangnya dana bantuan dari pusat (
DAU dari pusat yang tidak mencukupi )
e.
Belum diketahuinya potensi PAD yang
mendekati kondisi riil.
Sumber-sumber Penerimaan Pendapatan Asli
Daerah Kota Tangerang adalah sebagai berikut :
a. Pajak
Daerah
1) Pajak
Hotel
2) Pajak
Restoran
3) Pajak
Hiburan
4) Pajak
Reklame
5) Pajak
Penerangan Jalan
6) Pajak
Pengambilan dan Pengolahan
7) Pajak
Parkir
b. Retribusi
Daerah
1) Retribusi
Jasa Umum
2) Retribusi
Pelayanan Kesehatan
3) Retribusi
Pelayanan Lab. Kesehatan
4) Retribusi
Pelayanan Persampahan/Kebersihan
5) Retribusi
Penggantian Biaya KTP
6) Retribusi
Parkir di tepi Jalan
7) Retribusi
Pelayanan Pasar
8) Retribusi
Pengujian Kendaraan Bermotor
9) Retribusi
Jasa Umum Lainnya
c. Retribusi
Jasa Usaha
1) Retribusi
Terminal
2) Retribusi
Tempat Rekreasi dan Olah Raga
d. Retribusi
Perizinan Tertentu
1) Retribusi
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
2) Retribusi
Izin Gangguan (HO)
3) Retribusi
Izin Trayek
4) Retribusi
Perizinan Tertentu Lainnya
e. Hasil
Pengolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
1) Bagian Laba atas
Penyertaan Modal Pada Perusahaan Milik Daerah (
BUMD )
a) Bank
Pembangunan Daerah Banten
b) PDAM
f. Lain
- Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
1) Penerimaan
Jasa Giro
2) Lain
– lain Pendapatan.
9. Kontribusi
sektor pariwisata terhadap pendapatan daerah
Dalam Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa
sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. pendapatan
asli daerah, yaitu 1) hasil pajak daerah, 2) hasil retribusi daerah, 3) hasil perusahaan
milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4) lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah,
b. dana
perimbangan,
c. pinjaman
daerah,
d. lain-lain
pendapatan daerah yang asli.
Kemampuan
daerah dalam melaksanakan otonominya sangat ditentukan atau tergantung dari
sumber - sumber pendapatan asli daerah (PAD). Pemerintah daerah dituntut untuk
dapat menghidupi dirinya sendiri dengan mengadakan pengelolaan terhadap potensi
yang dimiliki, untuk itu usaha untuk mendapatkan sumber dana yang tepat
merupakan suatu keharusan. Terobosan-terobosan baru dalam memperoleh dana untuk
membiayai pengeluaran pemerintah daerah harus dilakukan, salah satunya adalah
sektor pariwisata.
Pendapatan
asli daerah (PAD) adalah salah satu sumber pendapatan daerah yang dituangkan
dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan merupakan sumber murni
penerimaan daerah yang selalu diharapkan peningkatannya. Hasil penelitian yang
dilakukan Roerkaerts dan Savat (Spillane, 1987:138) menjelaskan bahwa manfaat
yang dapat diberikan sektor pariwisata adalah: (a) menambah pemasukan dan
pendapatan, baik untuk pemerintah daerah maupun masyarakatnya.
Penambahan
ini bisa dilihat dari meningkatnya pendapatan dari kegiatan usaha yang
dilakukan masyarakat, berupa penginapan, restoran, dan rumah makan,
pramuwisata, biro perjalanan dan penyediaan cinderamata. Bagi daerah sendiri
kegiatan usaha tersebut merupakan potensi dalam menggali PAD, sehingga
perekonomian daerah dapat ditingkatkan, (b) membuka kesempatan kerja, industri
pariwisata merupakan kegiatan mata rantai yang sangat panjang, sehingga banyak
membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di daerah tersebut, (c) menambah
devisa negara, semakin banyaknya wisatawan yang datang, maka makin banyak
devisa yang akan diperoleh, (d) merangsang pertumbuhan kebudayaan asli, serta menunjang
gerak pembangunan daerah.
10. Anggaran
Pembangunan Daerah
Menurut
Bawasir (1994:40) Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan
yang mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode di masa yang akan datang. Struktur anggaran mencerminkan pengelompokan
komponen-komponen anggaran berdasarkan suatu kerangka tertentu. Secara sempit
pengertian anggaran adalah suatu pernyataan tentang perkiraan pengeluaran suatu
daerah yang dialokasikan untuk membangun yang diharapkan akan terjadi pada
suatu periode yang akan datang, serta data pengeluaran untuk membangun yang
sungguh-sungguh terjadi saat ini dan masa yang akan datang.
Anggaran
Pembangunan suatu daerah merupakan alokasi dana yang diperlukan untuk pelaksanaan
kegiatan pembangunan daerah. Anggaran pembangunan daerah dapat dilihat dari
besarnya belanja daerah yang dilakukan.
Sejarah
anggaran pembangunan dari tahun 1991 sampai tahun 2010, dapat dijelaskan
sebagai berikut. Anggaran Pembangunan Tahun 1990 – 2003 dinamakan pengeluaran
pembangunan, Tahun 2004 – 2006 dinamakan anggaran belanja pelayanan publik.
Tahun 2006 dengan ditetapkannya Permendagri No. 13 Tahun 2006 maka anggaran
pembangunan dinamakan Belanja Langsung.
G.
Kerangka
Pemikiran
Kepariwisataan dikembangkan tidak hanya untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi, tetapi mempunyai tujuan yang luas meliputi aspek
sosial-budaya, politik dan hankamnas. Walaupun demikian tujuan ekonomis sangat
menonjol, lagi pula aspek non ekonomis pembangunan pariwisata sangat erat
terkait dengan tujuan ekonominya.
Secara spesifik pengembangan pariwisata diharapkan
dapat memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan memeratakan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, serta mendorong pembangunan daerah. Sektor
pariwisata juga diharapkan sebagai lokomotif (penggerak) dan magnit (pemicu)
dalam memperbaiki kondisi ekonomi.
Pemerintah Kota Tangerang sebagai salah satu Kota
yang termasuk di dalam provinsi Banten berusaha menggali sumber-sumber keuangan
sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelengaraan pemerintah daerah, salah satu sektor yang potensial
untuk dikembangkan adalah sektor pariwisata. Peningkatan pendapatan di sektor
pawisata berjalan melalui kunjungan wisatawan ke Destinasi wisata sehingga
memberikan sumbangan retribusi Destinasi wisata dan nantinya akan memberikan
sumbangan/pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangerang itu
sendiri.
Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan
memberikan posisi yang lebih baik untuk pengelolaan penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Kota Tangerang dalam rangka pelaksanaan pembangunan, sehingga dari hasil
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan dapat meningkatkan anggaran pembangunan
Kota Tangerang
H.
Hipotesis
Penelitian
1. Terdapat
pengaruh positif dan signifikan jumlah kunjungan wisatawan terhadap penerimaan retribusi
Destinasi wisata Kota Tangerang.
2. Terdapat
pengaruh positif dan signifikan jumlah kunjungan wisatawan terhadap pendapatan
asli daerah (PAD) Kota Tangerang.
3. Terdapat
pengaruh positif dan signifikan jumlah kunjungan wisatawan
terhadap anggaran pembangunan
Kota Tangerang.
4. Terdapat
pengaruh positif dan signifikan penerimaan retribusi Destinasi wisata terhadap
pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang.
5. Terdapat
pengaruh positif dan signifikan penerimaan retribusi Destinasi wisata terhadap
anggaran pembangunan Kota Tangerang.
6. Terdapat
pengaruh positif dan signifikan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Tangerang
terhadap anggaran pembangunan Kota Tangerang.
I.
Metode
Penelitian
1.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di Kota Tangerang dengan alasan Pemerintahan Kota Tangerang belum
pernah melakukan penelitian tentang Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap
Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta Anggaran Pembangunan Kota Tangerang.
2.
Populasi
Penelitian
Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian. Menurut Sugiyono (2008: 15), populasi
didefinisikan sebagai “ Wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan”. Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan yaitu “Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan Terhadap Penerimaan
Retribusi Destinasi Wisata
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta Anggaran Pembangunan Kota Tangerang”,
maka yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini adalah data laporan
realisasi pendapatan daerah tahunan dan saluran – saluran distribusinya pemerintah
Kota Tangerang sejak tahun 2010 - 2014.
3.
Teknik
Pengambilan Sampel
Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik non probability
sampling, menurut Sugiyono (2008) teknik tersebut merupakan “Teknik pengambilan
sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel ”. Jenis sampling yang
dipilih adalah Purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Sesuai dengan objek penelitiannya, sampel penelitian ini
adalah laporan realisasi anggaran pemerintah Kota Tangerang 2010 - 2014.
4.
Jenis
Sumber Data
a. Jenis
Data menurut sifatnya
Jenis data menurut
sifatnya dalam penelitian ini adalah :
1) Data
Kuantitatif
Adalah
data yang berbentuk angka-angka dan dapat dihitung dengan satuan hitung (Data
ini didapatkan melalui Studi kepustakaan atau library research), yaitu dengan
cara mempelajari buku-buku, karangan ilmiah, jurnal serta dokumen yang
berkaitan dengan judul penelitian. Dalam hal ini data yang digunakan antara
lain : jumlah kunjungan wisatawan, retribusi Destinasi wisata di Kota
Tangerang, Pendapatan Asli Daerah Kota Tangerang dan Anggaran Pembangunan Kota
Tangerang.
2) Data
Kualitatif
Adalah
data yang bukan angka-angka, melainkan keterangan variable-variabel yang ada
serta faktor-faktor yang mempengaruhi untuk argumentasi dari data.
Data
ini didapatkan dari penelitian lapangan atau field research, yaitu dengan cara
melakukan penelitian di lapangan dan wawancara langsung dengan para pegawai
yang terkait.
b. Jenis
data menurut sumbernya
Bila
dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan dilakukan menggunakan sumber data
sekunder dimana sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data sekunder
yang digunakan adalah data runtun waktu (time series) 20 (duapuluh) tahun.
Sumber - sumber data sekunder diperoleh melalui Instansi Pemerintah Daerah Kota
Tangerang terutama dari Dinas Pariwisata Daerah Kota Tangerang, Dinas
Pendapatan Kota Tangerang, Badan Perencanaan Daerah Kota Tangerang, Bagian Keuangan
Sekretariat Kota Tangerang dan Badan Pusat Statistik Propinsi Banten
5.
Variabel
Penelitian
Dalam
penelitian ini terdapat tiga jenis variabel yaitu variabel bebas, variabel
terikat dan variabel intervening. Ketiga variabel tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut
a. Variabel
Jumlah Kunjungan Wisatawan, merupakan variabel exogen.
b. Variabel
Anggaran Pembangunan Daerah, merupakan variabel endogen.
c. Variabel
Penerimaan retribusi Destinasi Wisata, merupakan variable intervening yang
mempengaruhi hubungan variabel jumlah kunjungan wisatawan dan variabel
pendapatan asli daerah serta hubungan variable jumlah kunjungan wisatawan dan
variabel anggaran pembangunan daerah.
d. Variabel
Pendapatan Asli Daerah, merupakan variabel intervening kedua yang mempengaruhi
hubungan variabel jumlah kunjungan wisatawan dan variable anggaran pembangunan daerah serta hubungan variable penerimaan retribusi destinasi wisata dan
variabel anggaran pembangunan daerah.
6.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara
adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara
dua orang atau lebih secara bertatap muka. Pada penelitian ini dilakukan
wawancara langsung dengan pihak instansi Dinas Pariwisata Kota Tangerang, Badan
Perencanaan Daerah Kota Tangerang, Dinas Pendapatan Kota Tangerang, Bagian
Keuangan Setda Kota Tangerang dan Badan Pusat Statistik Propinsi Banten.
b. Pengamatan
adalah observasi langsung yaitu cara pengambilan data dengan menggunakan mata
tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut (Nazir,1999).
Dokumentasi
adalah metode yang dilakukan untuk mendapatkan data sekunder sebagai data
pendukung untuk sempurnanya penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
data atau dokumen-dokumen dari instansi terkait seperti Dinas Pariwisata Daerah
Kota Tangerang, Dinas Pendapatan Kota Tangerang, Badan Perencanaan Daerah Kota
Tangerang, Bagian Keuangan Sekretariat Kota Tangerang dan Badan Pusat Statistik
Propinsi Banten.
7.
Definisi Konseptual
a. Wisatawan
adalah orang-orang yang melakukan kegiatan wisata (Undang- Undang Nomor 10
tahun 2009).
b. Retribusi
Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan ( Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001
tentang retribusi daerah ).
c. Pendapatan
Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari
sumber-sumber dalam daerah sendiri, yang dipungut berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Anggaran
secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang mencerminkan pilihan
kebijaksanaan untuk suatu periode di masa yang akan datang ( Bawasir 1994:40 ).
8.
Definisi
Operasional
a. Jumlah
Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata merupakan besarnya jumlah wisatawan
baik mancanegara maupun nusantara yang berkunjung ke Destinasi wisata yang
berada di Kota Tangerang yang dirangkum dalam data dokumen yang dimiliki Pemerintah
dari tahun 2010 – 2014.
b. Penerimaan
Retibusi Destinasi Wisata yaitu penerimaan retribusi Destinasi wisata dengan
penerimaan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu seberapa besar sumbangan
retribusi Destinasi wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah seperti retribusi karcis
atau tiket masuk tempat rekreasi dan olah raga, retribusi izin mendirikan
bangunan seperti izin pendirian hotel kelas melati dan berbintang, restoran,
dan tempat hiburan.
c. Pendapatan
Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari
daerah sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang berasal dari
pajak dan retribusi sektor pariwisata berupa pajak hotel kelas melati dan
berbintang, pajak restoran, dan hiburan, retribusi karcis atau tiket masuk tempat
rekreasi dan olah raga, retribusi izin pendirian bangunan hotel kelas melati
dan berbintang, restoran, dan tempat hiburan.
d. Anggaran
Pembangunan Daerah, merupakan persentase jumlah alokasi dana dari sektor
pariwisata yang digunakan untuk pembangunan daerah.
9.
Teknik
Analisis Data
a. Analisis
Deskriptif
Penerapan
statistik deskriptif dalam penelitian ini antara lain perhitungan rata-rata,
standar deviasi, tabel-tabel, gambar-gambar dan sebagainya yang dibuat dengan
Program SPSS dan Excel.
Penelitian
dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah kunjungan wisatawan
terhadap penerimaan retribusi obyek wisata, pendapatan asli daerah dan anggaran
pembangunan Kota Tangerang.
Koefisien jalur pada penelitian ini
diperoleh dari hasil perhitungan regresi dengan metode regresi sederhana
(Ordinary Least Squer = OLS) dengan menggunakan program SPSS versi 16 terhadap
model persamaan. Untuk mendapatkan koefisien jalur, pada bagian ini secara
bertahap diselesaikan melalui model persamaan regresi, yaitu sebagai berikut :
1) Model
1 : Pengaruh variabel jumlah kunjungan wisatawan (X1) terhadap retribusi obyek
wisata (X2).
2) Model
2 : Pengaruh variabel jumlah kunjungan wisatawan (X1) dan retribusi obyek
wisata (X2) terhadap PAD (X3).
3) Model
3 : Pengaruh variabel jumlah kunjungan wisatawan (X1), retribusi obyek wisata
(X2) dan PAD (X3) terhadap anggaran pembangunan (Y).
Model-model tersebut dan klasifikasi
variabel serta persamaannya secara terperinci disajikan pada tabel 9.1 berikut:
Tabel 9.1 Klasifikasi Variabel dan
Persamaan Jalur
Model
|
Variabel Independen
|
Variabel
Dependen
|
Persamaan
|
1
|
Jumlah kunjungan
wisatawan (X1)
|
Retribusi obyek wisata ( X2 )
|
X2 = b1 X1 +e1
|
2
|
• jumlah kunjungan
wisatawan (X1)
•retribusi obyek wisata (X2)
|
PAD (X3)
|
X3 = b2 X1 + b3 X2 + e2
|
3
|
• jumlah kunjungan
wisatawan (X1)
• retribusi obyek wisata (X2)
• PAD (X3)
|
Anggaran pembangunan (Y)
|
Y = b4 X1 + b5 X2 + b6 X3 + e3
|
b.
Analisis
Jalur (Path Analysis)
Teknik
analisis data yang digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini
adalah teknik analisis kuantitatif yaitu analisis jalur dengan penerapan model
regresi linear dengan menggunakan bantuan program SPSS.
Analisis
jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linear berganda untuk menaksir
hubungan kausalitas antar variabel (model casual) yang telah ditetapkan
sebelumnya berdasarkan teori. Model ini dipertimbangkan untuk digunakan dalam
suatu penelitian karena hubungan yang dianalisis merupakan hubungan sebab akibat
dengan model yang komplek.
Dalam
analisis jalur terdapat suatu variable yang berperan ganda yaitu sebagai
variabel independen pada suatu hubungan, namun menjadi variabel dependen pada
hubungan lain mengingat adanya hubungan kausalitas yang berjenjang. Bentuk
hubungan seperti ini membutuhkan alat analisis yang mampu menjelaskan sistem
secara simultan.
Kerlinger
(2002: 990) menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur akan dapat
dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Penelitian
Pengaruh Jumlah Kunjungan wisatawan ke Destinasi Wisata terhadap Penerimaan
Retribusi Destinasi Wisata, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran
Pembangunan Daerah Kota Tangerang dapat diilustrasikan ke dalam jalur, dapat
dijelaskan bahwa Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata (X1) dapat
berpengaruh langsung terhadap anggaran pembangunan daerah (Y), tetapi dapat
juga pengaruhnya tidak langsung yaitu melalui Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata
(X2) lebih dahulu baru ke anggaran pembangunan daerah (Y). Begitu pula Jumlah
Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata (X1) dapat berpengaruh langsung terhadap
anggaran pembangunan daerah (Y), tetapi dapat juga pengaruhnya tidak langsung
yaitu lewat PAD (X3) lebih dahulu baru ke anggaran pembangunan daerah (Y)
Pengaruh
langsung Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata (X1) terhadap
Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata (X2) ditunjukkan oleh koefisien jalur b1,
terhadap Anggaran Pembangunan Daerah ditunjukkan dengan b4. Pengaruh langsung
Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata (X2) terhadap Pendapatan Asli Daerah
ditunjukan dengan koefisen jalur b4, terhadap Anggaran Pembangunan Daerah (Y)
ditunjukkan dengan koefisien jalur b5. Pengaruh langsung Pendapatan Asli Daerah
(X3) terhadap Anggaran Pembangunan Daerah (Y) ditunjukan dengan koefisen jalur
b6.
Total Pengaruh
tidak langsung Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata (X1) terhadap Anggaran
Pembangunan Daearah (Y) daerah diperoleh dengan menjumlahkan pengaruh langsung
dan tidak langsung. Total Pengaruh tidak langsung kontribusi Retribusi Destinasi
Wisata (X2) terhadap anggaran pembangunan daerah (Y) diperoleh dengan
menjumlahkan pengaruh langsung dan tidak langsung.
|
|
|
|
|
|
 |
|
Jumlah
Kunjungan Wisatawan (X1)
|
|
|
Pendapatan
Asli Daerah(X3)
|
|
b2 b6

b1
b3
Penerimaan
Retribusi Destinasi Wisata (X2)
|
|

b5
Anak panah dari e1 ke variabel
Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata (X2) menunjukkan jumlah variance variabel
Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata (X2) yang tidak dijelaskan oleh Jumlah
Kunjungan Wisatawan ke Destinasi Wisata (X1). anak panah dari e2 ke variabel
Pendapatan Asli Daerah (X3) menunjukkan jumlah variance variabel Pendapatan
Asli Daerah (X3) yang tidak dijelaskan oleh Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Destinasi
Wisata (X1) dan Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata (X2)
Nilai kekeliruan taksiran standar
(standard error of estimate), yaitu:
ei = (1- r 2 ) ....................................... (4.1)
Sedangkan anak panah dari e3 menuju
tingkat anggaran pembangunan daerah (Y) menunjukkan variance tingkat anggaran
pembangunan daerah yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel Jumlah Kunjungan
Wisatawan ke Destinasi Wisata (X1) dan Penerimaan Retribusi Destinasi Wisata
(X2) dan Pendapatan Asli Daerah (X3)
Koefïsien jalur adalah standardized
koefïsien regresi. Koefïsien jalur dihitung dengan membuat tiga persamaan
struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang
dihipotesiskan. Dalam hal ini ada tiga persamaan tersebut adalah:
X2 = b1 X1 + e1
X3 = b2 X1 + b3 X2 + e2
Y =
b4 X1 + b5 X2 + b6 X3 + e3
Keterangan
:
Y
= Anggaran Pembangunan Daerah
X1
= Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Destinasi Wisata
X2
= Retribusi Destinasi Wisata
X3
= Pendapatan Asli Daerah (PAD)
e1,
e2, e3 = Variabel pengganggu
b1,
b2, b3, b4, b5, b6 = Koefisien dari masing-masing variable
Standardize koefisien pada persamaan (1)
akan memberikan nilai p1, standardize koefisien pada persamaan (2) akan
memberikan nilai p2 dan p3, sedangkan koefïsien untuk persamaan (3) akan
memberikan nilai p4 dan p5 dan p6.
Total keragaman data yang dapat
dijelaskan oleh model diukur dengan :
Rm = 1 - Pe21 Pe22 ...Pep.................................................. (4.2
Dalam hal ini, interpretasi terhadap Rm
sama dengan interpretasi koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi. yang
merupakan standard error of estimate dari model regresi dihitung dengan rumus :
Pei = 1 - R 2
Uji validitas koefisien jalur pada
setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan analisis jalur untuk
pengaruh langsung adalah sama dengan analisis regresi, menggunakan nilai p.
Value dari uji t, yaitu pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan
secara parsial. Berdasarkan theory triming, maka jalur-jalur yang nonsignifikan
dibuang sehingga diperoleh model yang didukung oleh data empiris, kecuali untuk
model yang didukung oleh konsep dan teori.
DAFTAR PUSTAKA
-------,
2000, Undang-Undang Nomor 34, Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
-------,
2001, Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tentang Retribusi Daerah.
-------,
2004, Undang –Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Primbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Citra Umbara, Bandung.
-------,
2004, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, Citra Umbara, Bandung.
-------,
2006, Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
-------,
2009, Undang-Undang Nomor 10 Tentang Kepariwisataan.
Devas,
N., Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey and Roy Kelly.1989. Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia, (terjemahan oleh Masri Maris), UI- Press.
Jakarta.
Harits,
Benyamin. 1995. “Peran Administrator Pemerintah Daerah, Efektifitas Penerimaan
Retribusi Daerah Pemda Tingkat II Se-Jawa Barat”, Prisma, No. 4, Tahun XXIV, 81
– 95.
Kerlinger,
I. 2002. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS. BP Undip. Semarang
Koho.
2001. “Prospek Otonomi Daerah di Negara RI”. Cetakan ke 5 PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Koswara,
E, 2000. Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999; Suatu Telaahan Menyangkut Kebijaksanaan, Pelaksanaan dan
Kompleksitasnya, Analisis CSIS Tahun XXIX/2000, No. 1,36 –53. Kunarjo. 1996.
Perencanaan dan Pembiayaan.
Lundberg,
E Donald., Stavenga, Mink H., dan Krishnamoorthy, M. 1997. Ekonomi Pariwisata.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Mahi.
2000. Prospek Desentralisasi di Indonesia ditinjau Dari Segi Pemerataan Antar
Daerah dan Peningkatan Efesiensi Analisis CSI 8 Tahun XXIX/2000 Nomor I, 55 –
66.
Mardiasmo
dan Makhfatih,Akhmad. 2000. “Perhitungan Potensi Pajak Dan Retribusi Daerah Di
Kabupaten Magelang”, Laporan Akhir, Kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten
Magelang dengan Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
McQueen,
Jim. 1998. Development of a Model for User Fees, “A Model on Policy Development in Creating and Maintaining User Fees for
Municipalities”, MPA Research Paper, Submitted to: The Local Government Program, Dept.
of Political Science, The Univ. Western Ontario, Aug. 1998, 1-23.
Munawir,
S. 1997. Perpajakan, Liberty, Edisi Kelima Cetakan Kedua.Yogyakarta.
Nazir.
1999. Metode Penelitian, Cetakan Keempat. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Pendit,
S Nyoman. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuang Pengantar Perdana. PT Pradnya Paramita.
Jakarta.
Pendit,
S. Nyoman. 1990. Inventarisasi Industri Pariwisata Indonesia, Indonesia dalam
Era Globalisasi, Bank Summa. Jakarta.
Pitana,
I Gde. dan Surya Diarta, I Ketut. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta :
Penerbit Andi.
Republik
Indonesia, 1999, Undang-Undang Otonomi Daerah, Kuraiko Pratama Bandung.
Spillane,
J James. 1987. Ekonomi Pariwisata Sejarah dan Prospeknya. Kanisius. Yogyakarta.
Spillane,
J James. 1994. Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan.
Kanisius. Yogyakarta.
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Wahab,
Salah. 2003. Industri Pariwisata Dan Peluang Kesempatan Kerja, PT. Pertja
Jakarta.
Yoeti,
Oka A.1996. Pengantar Ilmu Pariwisata.PT.Angkasa. Bandung.
.